Menyusuri kembali jalan lurus ke arah arah selatan Solo. Begitu banyak yang berubah. Sawah-sawah yang dulu banyak terhampar kini hilang dan sebagai gantinya terhampar ruko-ruko yang siap bersaing satu sama lain untuk menjaring konsumen. Ya...Solo Baru lebih tepatnya, tempat yang dulu sangat diakrabi oleh tapak-tapak kaki kecilku.
Jika anda warga Solo, atau setidak-tidaknya pernah tinggal di Solo pasti tidak akan asing dengan nama tempat yang satu ini, ALKID. hemmm.....pikiran kita akan langsung tertuju pada satu kata prostitusi. Ya, Alkid adalah singkatan dari Alun-alun Kidul, masih bagian dari wilayah Keraton Kasunanan Surakarta. Tempat ini dulu memang terkenal sebagai tempat mangkalnya para pekerja seks komersial. Setiap malam di alun-alun yang luas ini mudah ditemui wanita-wanita penjaja cinta, entah sudah berapa tahun tempat ini berubah menjadi ajang mencari kesenangan dunia. Seiring dengan berkembangnya waktu, Solo mulai berbenah, banyak fasilitas dan tempat umum mulai diperbaiki dan dikembalikan sebagai fungsinya setelah terjadinya kerusuhan Mei '98. Alkid seolah bangkit kembali, dengan citra yang berbeda dan wajah yang berbeda.
Entah siapa yang awalnya memulai duluan, setelah para pekerja seks komersial ditertibkan, tempat ini berubah menjadi arena hiburan yang murah dan meriah bagi warga Solo dan sekitarnya. perubahan ini tidak terjadi dengan begitu saja. Adalah kerbau peliharaan Keraton Solo yang menjadi magnet pemikat warga untuk berbondong-bondong datang ke Alkid dan mulai melupakan status lama tempat ini.
Kerbau yang memiliki nama Kyai Selamet ini dikandangkan mepet tembok alun-alun. Anda akan sangan sulit menemui sawah di kota Solo, apalagi hewan-hewan seperti kerbau, sapi, kambing dan lain-lain. Ketika itu banyak warga yang datang dengan mengajak anak mereka untuk melihat kerbau sambil makan atau bermain. lama kelamaan tempat ini menjadi ramai dan menjadi tempat favorit warga untuk berjalan-jalan pagi atau sore dengan keluarga, selain tempatnya yang luas, tetapi juga aman untuk melepas anak-anak mereka bermain karena tidak dekat dengan jalan besar (berupa lapangan yang luas), atau bisa juga untuk mengenalkan anak-anak mereka yang relatif masih kecil-kecil kepada binatang yang jarang sekali mereka temui di kota Solo. Dengan semakin banyaknya anak-anak yang datang dan memberikan makan kerbau-kerbau tersebut maka muncullah pedagan ubi dan kangkung sebagai makanan kerbau. Hal tersebut menambah keramaian Alkid, dan akhirnya muncullah pedagang-pedagang lain hingga akhirnya menjadi seramai sekarang.
Memang sekarang banyak permaianan dan pedagang di Alun-alun ini, tapi kerbau Kyai Selamet tetap menjadi primadona tersendiri bagi anak-anak. Dengan datang ke sini setidaknya para orang tua telah memberikan pelajaran bagi anak-anaknya. melihat hewan yang sebenarnya, tentu berbeda jika hanya melihat atau menontonnya dari buku atau TV. Selain itu kegiatan memberi makan kerbau merupaka pembelajaran tentang bagaimana menjadi manusia yang harus saling mengasihi dan menyayangi.
*de
Copyright 2010 Pena Biru
Theme designed by Lorelei Web Design
Blogger Templates by Blogger Template Place | supported by One-4-All