Lincak ini tak lagi mampu menopang lelah kita, karena pada tiap bilahnya selalu kau selipkan pertanyaan yang tanpa jawab. Harusnya kita mulai sadar, betapa dia mulai kepayahan memegangi sadar kita, yang seenaknya saja melonjorkan seluruh penat. Kita yang lena, ketika angin meniup ubun-ubun kita. Jadi sekarang biar aku yang menguatkan kita, di bahuku teramu obat segala luka dan duka. Berhentilah bertanya dan mulai menjawab sebisa kita, toh kita tidak sedang berlomba, atau mencoba menantang dewa, kita juga terlampau tua untuk melakonkan sandiwara. Kita hanya sepasang renta yang terlanjur melihat dunia, dan selalu bertanya mengapa dilepaskan dari surga.
~De, Solo 13022014
Aku membaui masa lalu
Bersama potongan waktu
Tentang kanak yang jatuh cinta pada bangku kayu, penghapus pensil warna merah biru, cabang pohon jambu, buku-buku bergambar lucu, serta lengan kiri yang lebam membiru
Aku membaui masa lalu
Ada lapar yang terpenuhkan
Ada rindu yang tertawarkan
Ada sadar yang terbangunkan
Aku menciumi masa lalu
Dan mencari tahu
Pada potongan keberapa aku menjadi batu
Solo-28032014
Lalu angin bergulir menggerus luka
Pada sebuah patahan
Menyerakkan yang tinggal tergoyang
Kuraut bulan separuh purnama
Sangkaku menjelma bulan baru
Hujan jatuh menggenang luka
Pada sebuah patahan
Melebur yang tinggal bertahan
Kujerat awan lalu lalang lalu kukekang
Sangkaku matahari garang menyebar terang
Pada sebuah patahan sangkaku akan segera tertanggal
Tapi begitu sempurna tertinggal bergoyang
Pada sebuah ikatan
Tanpa bulan baru atau matahari terang
Hanya sebuah patahan sangkaku beraian.
solo-20032014
Apa warna pilu yang kau lukis di atas ngarai itu laki-laki hujanku?
Ada petang yang kau sibakkan dari ujung matamu lalu tersenyum
"Pelangi"
"Indah" gumanku
"Maukah kau lukis pula di tubuhku?"
Hanya sebuah senyum simpul lalu hening
Pun ketika aku merajuk menggelayut manja pada dingin tubuhmu
"Perempuan sepiku, seindah apa pun warna pilu, ia tak akan jadi senyummu"
Solo-21032014
Sejak kapan kau kunci cahaya dari
matamu laki-laki hujanku? Begitu
kelabu, terasa dingin di sana.
Perempuan sepiku, apakah kau lupa,
bahwa kunci itu kutitipkan padamu,
ketika pertama kita bertemu
#cahaya itu milikmu
Solo-23032014
sejak persetubuhan kita yang terakhir
sudah kulalui beribu bulan mati
menandai kalender usang yang tergantung enggan tertanggal
kumainkan anak rambutmu di antara deru napasku
sengaja, kutinggalkan di situ
sejak percumbuan kita yang sempurna
sudah tak kutemui beribu purnama
di antara putaran waktu yang tak berangka
kau tinggalkan getarmu dalam canda
kudekap kau saat itu
sejak kecupanku yang pertama
kau hamparkan beratus racun yang siap ku minum
percumbuan kita adalah jalan kematian
dan kau mulai meraba jantungku
meremas dan menghentikan detaknya
sebelum benar-benar menghilang
ah kenapa kau membuatnya menjadi rumit
yang kumau hanya menggenggam tanganmu
bersandar di bawah pohon randu
dan akan kuciptakan seribu puisi untukmu
.......tapi percumbuan kita adalah jalan kematian katamu, dan kau pun berlalu
17-18 Okt 13
Copyright 2010 Pena Biru
Theme designed by Lorelei Web Design
Blogger Templates by Blogger Template Place | supported by One-4-All