Memoar Kota Lama

Written by Dewi M. Sebayang 0 komentar Posted in: , ,

Menyusuri kembali jalan lurus ke arah arah selatan Solo. Begitu banyak yang berubah. Sawah-sawah yang dulu banyak terhampar kini hilang dan sebagai gantinya terhampar ruko-ruko yang siap bersaing satu sama lain untuk menjaring konsumen. Ya...Solo Baru lebih tepatnya, tempat yang dulu sangat diakrabi oleh tapak-tapak kaki kecilku. 

Saat taman hiburan yang murah masih langka di sini Solo Baru adalah tujuan utama di minggu pagi. Aku ingat, bagaimana kami (aku dan teman-temanku) harus bangun pukul 5 pagi agar bisa samapai di tempat itu tepat waktu. penjual-penjual di sana tidak akan menunggu jika hari beranjak siang. Dengan berjalan kaki kami tapaki selangkah demi selangkah, tak ada tujuan besar di sana, hanya melihat keramaian, beli bakso ojek, istirahat sebentar kemudian kembali berjalan pulang. Sebelum matahari menjadi sangat menyengat untuk tubuh-tubuh kami. 
Kini setelah hampir 17 tahun, aku kembali melintas jalan-jalan yang pernah dilalui kaki kecilku. Berubah. Seolah Solo Baru tengah bersiap menuju langkah baru, menjadi sebuah kota yang ramai di ujung selatan Solo. 
Solo Baru memang masuk wilayah kabupaten Sukoharjo. tapi karena letaknya yang berdekatan dengan Solo, maka Solo Baru menjadi pilihan banyak masyarakat untuk membangun rumah. Wilayah Solo Baru yang dulu masih berupa area persawahan menjadi sasaran empuk, lalu bermunculanlah perumahan-perumahan, dan sawah-sawah kian menyusut. Tak hanya perumahan, kini disepanjang jalan menuju Solo Baru, berjejer toko-toko yang gemerlap. Solo Baru tak seperti dulu, saat aku masih sering menyambanginya, jalan gelap di subuh buta tak lagi ada, yang ada pancaran lampu jalan berwarna kuning yang berpadu dengan gemerlapnya lampu-lampu toko. 
Solo Baru tengah menjadi lebih besar lagi, tak tanggung-tanggung 4 buah gedung tengah dan siap dibangun, ada hotel, apartemen dan mall, dan sebuah mall. 
Sepertinya Solo Baru telah bersiap-siap menjadi Solo yang baru, dengan kemegahannya untuk menjadi sebuah kota kecil di batas selatan kota Solo. Bagaimanapun ini adalah tempat penuh kenangan, bagaimana kaki kecilku belajar menapaki dunia, belajar mengenal alam, kerbau, kambing, kumbang, atau banyak tanaman, bunga yang tak pernah ku lihat, sawah hijau yang membentang, ini adalah desaku. Tempat aku mampu mendengar suara angin dan menyesaki paru-paruku dengan udara segar pagi.
*De

Read more

Alkid??

Written by Dewi M. Sebayang 0 komentar Posted in: ,

Jika anda warga Solo, atau setidak-tidaknya pernah tinggal di Solo pasti tidak akan asing dengan nama tempat yang satu ini, ALKID. hemmm.....pikiran kita akan langsung tertuju pada satu kata prostitusi. Ya, Alkid adalah singkatan dari Alun-alun Kidul, masih bagian dari wilayah Keraton Kasunanan Surakarta. Tempat ini dulu memang terkenal sebagai tempat mangkalnya para pekerja seks komersial. Setiap malam di alun-alun yang luas ini mudah ditemui wanita-wanita penjaja cinta, entah sudah berapa tahun tempat ini berubah menjadi ajang mencari kesenangan dunia. Seiring dengan berkembangnya waktu, Solo mulai berbenah, banyak fasilitas dan tempat umum mulai diperbaiki dan dikembalikan sebagai fungsinya setelah terjadinya kerusuhan Mei '98. Alkid seolah bangkit kembali, dengan citra yang berbeda dan wajah yang berbeda.
Entah siapa yang awalnya memulai duluan, setelah para pekerja seks komersial ditertibkan, tempat ini berubah menjadi arena hiburan yang murah dan meriah bagi warga Solo dan sekitarnya. perubahan ini tidak terjadi dengan begitu saja. Adalah kerbau peliharaan Keraton Solo yang menjadi magnet pemikat warga untuk berbondong-bondong datang ke Alkid dan mulai melupakan status lama tempat ini.
Kerbau yang memiliki nama Kyai Selamet ini dikandangkan mepet tembok alun-alun. Anda akan sangan sulit menemui sawah di kota Solo, apalagi hewan-hewan seperti kerbau, sapi, kambing dan lain-lain. Ketika itu banyak warga yang datang dengan mengajak anak mereka untuk melihat kerbau sambil makan atau bermain. lama kelamaan tempat ini menjadi ramai dan menjadi tempat favorit warga untuk berjalan-jalan pagi atau sore dengan keluarga, selain tempatnya yang luas, tetapi juga aman untuk melepas anak-anak mereka bermain karena tidak dekat dengan jalan besar (berupa lapangan yang luas), atau bisa juga untuk mengenalkan anak-anak mereka yang relatif masih kecil-kecil kepada binatang yang jarang sekali mereka temui di kota Solo. Dengan semakin banyaknya anak-anak yang datang dan memberikan makan kerbau-kerbau tersebut maka muncullah pedagan ubi dan kangkung sebagai makanan kerbau. Hal tersebut menambah keramaian Alkid, dan akhirnya muncullah pedagang-pedagang lain hingga akhirnya menjadi seramai sekarang.
Memang sekarang banyak permaianan dan pedagang di Alun-alun ini, tapi kerbau Kyai Selamet tetap menjadi primadona tersendiri bagi anak-anak. Dengan datang ke sini setidaknya para orang tua telah memberikan pelajaran bagi anak-anaknya. melihat hewan yang sebenarnya, tentu berbeda jika hanya melihat atau menontonnya dari buku atau TV. Selain itu kegiatan memberi makan kerbau merupaka pembelajaran tentang bagaimana menjadi manusia yang harus saling mengasihi dan menyayangi.
*de

Read more